BAB II
PEMEBAHASAN
Perang Siffin
Dengan memimpin pasukan 50.000, khalifah
bergerak menuju Syria. Semula rakyat enggan memenuhi seruan Ali, namun mereka
akhirnya kompak memenuhhi seruannya untuk berperang. Sementara itu Mu’awiyah
menanggapi tindakan Ali tersebut dengan sikap yang sama. Kedua pasukan bertemu
di daerah yang bernama Siffin. Maka perangpun tidak dapat dihindarkan lagi.
Pada hari kedua pasukan Mu’awiyah mulai
terdesak. Berdasarkan nasihat Amr ibn Ash, ia menempuh cara tipu muslihat
dengan memerintahkan pasukannya yang berada pada garis depan agar mengangkat
al-Qur’an dengan ujung tombak sebagai pertanda peperangan harus diberhentikan
dan untuk dicarikan jalan penyelesaiannya berdasarkan kitab al-Qur’an.[1]
Abu Musa al-As’ari dipilih sebagai delegasi
pihak Ali, sedangkan pihak Mu’awiyah menunjuk umar ibn Ash. Ide perundingan
tersebut membuat kecewa sebagian besar pengikut Ali. Mereka mengecam kebijakan
Ali menerima perundingan tersebut ditengah pertempuran yang hamper dimenangkan
oleh pihak mereka. Peristiwa tersebut akhirnya melahirkan 2 golongan, yaitu
Khawarij dan Syiah. Kemudian muncul aliran yang mengaku sebagai penengah
diantara dua golongan tersebut yaitu Mur’jiah.
1.
Khawarij
Adalah aliran yang pertama-tama menolak tahkim ketika
terjadi perdebatan di kalangan pasukan Ali. Ungkapan “tiada hukum kecuali hukum
Allah” selanjutnya menjadi jargon madzhab Khawarij dan cabang-cabangnya.
Bertolak pemahaman yang keliru terhadap ungkapan di atas dan penakwilan yang
sembrono terhadap nash-nash Al-Aaqur’an, mereka telaha abanyak melakukan
kemunkaran-kemunkarandan kerusakan-kerusakan di muka bumi. Meeka membunuh dan
merampas harta kaum muslimin dengan anggapan bahwa orang yang berada di luar
mereka bukanlah muslim sehingga darah dan hartanya menjadi halal.[2]
Adapun karakteristis utama Khawarij ialah :
a. Berlebih-lebihan dalam Agama
b. Tidak tahu Agama
c. Mematahkan tongkat ketaatan
d. Mengkafirkan pelaku dosa serta menghalalkan
darah dan harta kaum muslimin
e. Menganggap boleh penyematan sifat zhalim
dan sifat-sifat buruk lainnya terhadap Nabi
f. Menjelek-jelekan dan mencap sesat
g. Berburuk sangka
h. Bersikap keras terhadap kaum muslimin
Perangai dan gaya Khawarij mulai tampak di antara generasi muda Islam
dewasa ini, dengan berbagai bentuk dan fenomenanya; baik berupa perkumpulan,
individu, dakwah, pergerakan, orientasi, semboyan, metode, cara, sikap,
tindakan, kecenderungan individu ataupun kolektif, maupun berbagai bentuk
lainnya yang perlu diwaspadai bahayanya, yang tumbuh dari kemunculan awal
bibit-bibit keyakinan, pemikiran, dan kepribadian Khawarij.[3]
2.
Syiah
Aliran ini memiliki menistream utama berupa kecintaan
kepada Ahlul bait. Aliran ini memiliki
ciri sebagai berikut:
a.
Lebih mengutamakan Ali bin Abi Thalib dalam hal
keutamaan dari pada Utsman bin Affan.
b.
Ghuluw dalam mencintai Ali dan keturunannya.
c.
Mencela bahkan mengkafirkan para sahabat terkhusus Abu
Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Abu Hurairah.
d.
Memiliki keyakinan Raj’ah
e.
Memiliki keyakinan Al-Bada
f.
Memiliki keyakinan rainkarnasi (tanasukhiyah)
g.
Memiliki keyakinan tajsim dan tasybih
h.
Pengagungan terhadap kuburan tokoh-tokoh mereka.
i.
Nikah mut’ah
j.
Memiliki pemahaman mu’tazilah dalam berkaidah
k.
Memiliki pemaham qadariyah dalam bab takdir.[4]
3. Aliran Murji’ah
Latar belakang penyebutan Murji’ah diambil
dari kat “Irja’” yang mengandung dua makna. Pertama, kelompok yang
menangguhkan untuk Ali dan Utsman. Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa
iman itu berupa ucapan dan tanpa amal. Tokoh yang pertama kali memunculkan
konsep irja’ ialah Al-Hasan bin Muhammad bin Al-Hanafiyyah yang wafat pada
tahun 99 H/ 717 M.
Kaum ini tidak mendukung atau mengecam salah
seorang dari mereka yang diperselisihkan status keimanannya, tetapi mengembalikannya
kepada Allah. Dengan demikian, mereka termasuk aliran yang mendukung konsep
kehendak Allah. Sikap mereka bertolak belakang dengan sikap Khawarij yang
mengkafirkan sebagian para sahabat; juga bertentangan dengan sikap Syi’ah yang
berlebih-lebihan dalam mendukung Ali dan menyalahkan Utsman; juga bertentangan
dengan sikap Ahlusunnah wal jama’ah.
Comments
Post a Comment