Skip to main content

Makalah Tasawuf : Studi Kritis tentang Tasawuf



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah “Studi Kritis tentang Tasawuf”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Miftahul Huda, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu tasawuf, dan kepada perpustakaan STAIN Pekalongan sebagai sarana mencari bahan referensi, serta tidak lupa  kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan studi kritis tentang tasawuf. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan untuk perbaikan kedepannya.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih banyak


Pekalongan,  Mei 2016


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................      2
DAFTAR ISI  ...............................................................................................      3
BAB I   PENDAHULUAN..........................................................................      4
A. Latar Belakang Masalah....................................................................      4
B. Rumusan masalah...............................................................................      4
 C. Tujuan Penulisan.................................................................................      4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................      5
A.    Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang
dari Petunjuk Al-Qur;an dan As-sunnah ..........................................      5
B. Kritik terhadap Aliran-Aliran dalam Ajaran Tasawuf........................      7
C. Contoh Penyimpangan dan Kesesatan dalam Ajaran Tasawuf..........      9
D. Latar Belakang Kritik terhadap Tasawuf...........................................      10
BAB III PENUTUP......................................................................................      12
A. Kesimpulan.........................................................................................      12
B. Kritik dan Saran.................................................................................      12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................      13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tasawuf – yang di kalangan Barat dikenal dengan mistisme Islam- merupakan salah satu aspek (esoteric) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunkasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW. Tasawuf merupakan hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan ilmu tauhid. Sehingga ilmu tasawuf tidak terlepas dari berbagai kritikan dari berbagai golongan yang menentangnya.
Para penentang ini, menganggap bahwa tasawuf bukan ajaran yang berasal dari Rasulullah SAW. dan bukan pula ilmu warisan dari para sahabat. Mereka menganggap bahwa ajaran tasawuf ini merupakan ajaran sesat dan menyesatkaN. Disini kami akan mencoba membahas tentang studi kritis terhadap ilmu tasawuf.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip-prinsip dasar ajaran tasawuf yang menyimpang dari petunjuk al-Qur’an dan as-sunnah ?
2.      Bagaimana kritik terhadap aliran-aliran dalam tasawuf ?
3.      Apa saja contoh penyimpangan dan kesesatan ajaran tasawuf ?
4.      Apa yang menjadi latar belakang kritik terhadap tasawuf ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang dari Petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah.
2.      Mengetahui Kritik terhadap Aliran-Aliran dalam Ajaran Tasawuf.
3.      Mengetahui Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Ajaran Tasawuf.
4.      Mengetahui Latar Belakang Kritik terhadap Tasawuf

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Prinsip – Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang dari Petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah

Para ahli tasawuf memiliki prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini. Metode tasawuf yang dikenal masyarakat luas, yang banyak orang mengira bahwa metode ini merupakan yang paling efektif untuk mencapai hidayah dan keselamatan.[1] Mereka membangun keyakinan sendiri dengan istilah dan simbol-simbol, dapat kita simpulkan sebagai berikut.
Pertam mereka membatasi ibadah hanya pada aspek mahabbah (kecintaan) saja dan mengesampingkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek khauf (rasa takut) dan raja’ (harapan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “kebanyakan orang yang menyimpang (dari jalan Allah SWT.), orang-orang yang mengikuti ajaran bid’ah berupa sikap zuhud dan ibadah-ibadah yang tidak dilandasi ilmu dan tidak sesuai dengan petunjuk dari al-Qur’an dan as-Sunnah, terjerumus dalam kesesatan, seperti yang terjadi pada orang-orang Nasrani yang mengaku-ngaku mencintai Allah SWT., tetapi bersamaan dengan itu, mereka menyimpang dari syariat-Nya dan enggan untuk ber-mujahaddah (bersungguh-sungguh) dalam menjalankan agama-Nya, dan penyimpangan lainnya.[2]
Kedua, umumnya dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman pada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi yang mereka jadikan pedoman adalah bisikan jiwa, perasaan, dan ajaran yang digariskan oleh pinpinan mereka, berupa thariqat-thariqat bid’ah, berbagai macam zikir dan wirid yang mereka ciptakan sendiri, dan tidak jarang mengambil pedoman dari cerita-cerita (yang tidak jelas kebenarannya), mimpi-mimpi, bahkan hadis-hadis palsu untuk membenarkan ajaran dan keyakinan mereka.
Ketiga, termasuk doktrin ajaran tasawuf adalah keharusan berpegang teguh dan menetapi zikir dan wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru thariqat mereka. Adapun zikir yang tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah mereka namakan dengan “zikirnya orang-orang umum”, kalimat (La Ilaha Illallah), adapun “zikirnya orang-orang khusus” adalah kata tunggal “Allah” dan “zikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus adalah kata “Huwa/Dia.
Keempat, sikap ghuluw (berlebihan atau ekstrem) orang-orang ahli tasawuf terhadap orang-orang yang mereka anggap wali dan guru-guru thariqat mereka. Hal ini karena di antara prinsip akidah Ahlu Sunnah wal Jamaah adalah berwala (mencintai atau berloyalitas) kepada orang-orang yang dicintai Allah ‘azza wa jalla dan membenci musuh musuh Allah ‘azza wa jalla.[3] Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ÙˆَÙ„ِÙŠُÙƒُÙ…ُ الله ÙˆَرَسُÙˆْÙ„ُÙ‡ُ, ÙˆَالَّØ°ِينَ Ø£َÙ…َÙ†ُÙˆْا الَّØ°ِينَ ÙŠُÙ‚ِيمُونَ الصَّÙ„َوةَ ÙˆَÙŠُؤْتُونَ الزَّÙƒَوةَ ÙˆَÙ‡ُÙ…ْ رَÙƒِعُونَ                                                          
            Artinya:
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan mendirikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah).”  (QS Al-Ma’idah [5]: 55)
Kelima, faham tasawuf yang mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla dengan nyanyian, tarian, tabuhan rebana, dan tepuk tangan, yang semua ini mereka anggap sebagai amalan ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla. Imam Ahmad ketika ditanya (tentang perbuatan ini), ia menjawab, “Aku tidak menyukainya (karena) perbuatan ini adalah bid’ah”.   Menurut mereka, mendengarkan music dan berdansa merupakan sarana berkomunikasi dengan Allah.[4] Demikian pula imam-imam besar lainnya tidak menyukai perbuatan ini. Para syekh (ulama) yang saleh tidak mau menghadiri (menyaksikan) perbuatan ini, seperti Ibrahim bin Adham, Fudhail bin Iyadh, Ma’ruf Al-Karkhi, Abu Sulaiman Ad-Darani, Ahmad bin Abil Hawari, dan syekh-syekh lainnya.
Keenam, juga termasuk doktrin ajaran tasawuf adalah apa yang mereka namakan sebagai suatu keadaan atau tingkatan yang jika seseorang telah mencapainya, dia akan terlepas dari kewajiban melaksanakan syariat Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika ditanya tentang sekelompok orang yang mengatakan bahwa diri mereka telah terlepas dari kewajiban melaksanakan syariat, ia menjawab, “Tidak diragukan lagi – menurut pandangan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang beriman – bahwa ucapan ini termasuk kekufuran yang paling besar, bahkan ucapan ini lebih buruk daripada ucapan orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka mengimani sebagian (isi) kitab suci mereka dan mengingkari sebagian lainnya. Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya dan mereka juga membenarkan perintah dan larangan Allah ‘azza wa jalla, meyakini janji dan ancaman-Nya.” [5]

B.     Kritik terhadap Aliran - Aliran dalam Ajaran Tasawuf
Ajaran tasawuf yang ekstrem dibagi menjadi tiga aliran, yaitu:
1.      Aliran Al-Isyraqi. Aliran ini didominasi oleh ajaran filsafat bersama sifat zuhud. Ajaran ini sebenarnya ada pada setiap sekte-sekte tasawuf, tetapi ajaran ini hanya sebatas pada penyimpangan ini dan tidak membawa mereka pada ajaran Al-hulul (menitisnya Allah ’azza wa jalla ke dalam diri makhluk-Nya) dan Wihdatul Wujud (bersatunya wujud Allah ’azza wa jalla dengan wujud makhluk atau Manunggaling Gusti ing Kawulo – Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan).

2.      Sekte Al-hulu dan ittihad. Artinya, Allah menduduki seluruh bagian bumi, baik di lautan, pegunungan bukit-bukit, pepohonan, manusia, hewan dan sebagainya. Dengan kata lain, makhluk adalah Khaliq itu sendiri. Semua yang dapat diraba dan dapat dilihat di alam imi merupakan Dzat Allah dan diri-Nya.Mahasuci Allah dari semua itu.[6] keyakinan ini diserukan oleh beberapa tokoh ekstrem ahli tasawuf, seperti Hasan bin Manshur Al-Hallaj, sehingga para ulama memfatwakan kafir orang ini dan mengharuskannya dihukum mati. Beliau adalah tokh besar dan popular di kalangan ahli tasawuf. Ia meyakini dualism hakikat ketuhanan dan beranggapan bahwa Al-Ilah (Allah ‘azza wa jalla) memiliki dua tabiat, yaitu Al-Lahut (unsure atau sifat ketuhanan) dan An-Nasut (unsure atau sifat kemanusiaan), kemudian Al-Lahut menitis ke dalam  An-Nasut . Roh manusia – menurut Al-Hallaj adalah Al-Lahut ketuhanan yang sebenarnya dan badan manusia itu adalah An-Nasut. Al-Hallaj pun akhirnya dibunuh dan disalib pada tahun 309 H.

3.      Sekte  Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini merupakan perwujudan atau penampakan Dzat Illahi (Allah ‘azza wa jalla) – Mahasuci Allah ‘azza wa jalla dari segala keyakinan kotor mereka. Artinya, bahwa makhluk adalah aspek lahriyah, sedangkan aspek batin dari segala sesuatu adalah Allah. Dengan demikian dari segi hakikat tidak ada perbedaan antara khaliq dan makhluk maka itu karena di lihat dengan pandangan panca indra lahir karena keterbatasan akal dalam menganggap hakikat yang ada pada Dzatnya dari kesatuan dzatinyah. Yang semua terhimpun pada-Nya.[7] Mereka yang tersesat lagi bodoh tersebut menisbatkan kebohongan dan kesesatan-kesesatannya kepada paham sufi yang benar. Hal itu karena sirkulasi kesesatan mereka dan untuk menyesatkan orang awam.
Tokoh dalam sekte ini adalah Ibnu Arabi Al-Hatimi Ath-Thai yang binasa pada tahun 638 H dan dimakamkan di Damaskus. Ahli tasawuf memberikan gelar kehormatan yang tinggi kepadanya, seperti AL-‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah ‘azza wa jalla dengan sebenarnya), Al-Quthb Al-Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), padahal orang ini terang-terangan  memproklamasikan keyakinan Wihdatul Wujud dan keyakinan-keyakinan kufur dan rusak lainnya, seperti pujian dia terhadap Fir’aun dan keyakinannya bahwa Fir’aun mati diatas keimanan, celaan dia terhadap Nabi Harun a.s. yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi – yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash al-Qur’an-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa a.s. sebagai Tuhan. Seandainya tidak mengkhususkannya, mereka tidak dikafirkan. [8] Mereka yang tersesat lagi bodoh tersebut menisbatkan kebohongan dan kesesatan-kesesatannya kepada paham sufi yang benar. Hal itu karena sirkulasi kesesatan mereka dan untuk menyesatkan orang awam.

C.     Beberapa Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Ajaran Tasawuf
Berikut akan ditukilkan beberapa ucapan dan keyakinan yang dianggap sesat dan kufur dari tokoh-tokoh yang sangat diagungkan oleh ahli tasawuf:
1.      Ibnu Al-Faridh
Yang meninggal pada tahun 632 H, tokoh besar sufi penganut paham Wihdatul Wujud dan meyakini bahwa seorang hamba bisa menjadi Tuhan, bahkan – yang  lebih kotor lagi – dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya, seperti sifat-sifat wanita, sampai-sampai dia menganggap bahwa Tuhannya telah menampakkan diri di hadapan Nabi Adam a.s. dalam bentuk Hawwa (istri Nabi Adam a.s.).
2.      Ibnu Arabi
Dalam kitabnya Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran. Dalam kitab ini ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW. yang memberikan kitab ini.
3.      At-Tilmisani
Seorang tokoh besar Tasawuf, ketika dikatakan padanya bahwa kitab rujukan mereka Fushushul Hikam  bertentangan denagn al-Qur’an, ia bahkan menjawab, “seluruh isi al-Qur’an adalah kesyirikan, dan sesungguhnya tauhid hanya ada pada ucapan kami.”
4.      Abu Yazid Al-Bustami
Yang pernah berkata, “aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa dia tetap beribadah kepada-Nya?” (dinukil oleh Abu Nu’aim Al-Ashbahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 10/37.
5.      Abu Hamid Al-Ghazali
Seorang yang termasuk tokoh-tokoh ahli tasawuf yang paling besar dan tenar, di dalam kitabnya Ihya’ Ulum Ad-Din, beliau berkata, “pandangan terhadap tauhid jenis pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni. Dalam pandangan ini, anda pasti akan dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan Dialah yang mencintai dan dicintai adalah pandangan orang yang meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini, melainkan Dia (Allah ‘azza wa jalla).”
6.      Asy-Sya’rani
Seorang tokoh besar tasawuf yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul Ath-Thabaqat Al-Kubra, yang memuat biografi tokoh-tokoh ahli tasawuf dan kisah-kisah (kotor) yang dianggap oleh ahli tasawuf sebagai tanda kewalian. Di antaranya kisah seorang wali yang bernama Ibrahim Al-‘Uryan, orang ini apabila naik mimbar dan berceramah selalu dalam keadaan telanjang bulat. [9]

D.    Latar Belakang Kritik terhadap Tasawuf
Ada beberap asumsi mengenai latar belakang lahirnya tasawuf dalam Islam. Asumsi yang dimaksud di sini adalah pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu bersumber dari ajaran di luar Islam yang masuk ke dalam dan menjadi ajaran Islam.[10] Diantara asumsi tersebut adalah menganggap bahwa ajaran tasawuf merupakan ajaran sesat dan menyesatkan yang diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi, dan zuhud Budha.
Menurut Sayyid Nur bin Sayyid Ali, kritik terhadap tasawuf berlatar belakang insiden jejak yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika aliran-aliran kebatinan, Syi’ah, Qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan Islam berada pada kondisi yang berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelemahan bagi orang sufi. Kejadian itu Ialah Ibnu Saba’, orang berdarah Yahudi memanfaatkan cinta Ahl Al-Bait sebagai tipu daya. Dia menyebarkan benih fitnah dan perang sipil yang menyebabkan wafatnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. dan gugurnya sekitar 10.000 orang sahabat dantabi’in sebagai syahid. Peristiwa tersebut tidak ada kelalaian Ahl Al-Bait dan kecintaan terhadap Ali r.a. Demikian pula, paham tasawuf tidak boleh dicemari dengannya. Tasawuf tidak ada kaitannya dengan fitnah tersebut.
Pada permualaan abad ke-7 H, sekelompok kafir zindik dan ahli-ahli bid’ah menyelinap masuk kebarisan orang-orangberpaham sufi. Oleh karena itu, mereka menebarkan akidah-akidah syirik ndan perbuatan-perbuatan bid’ah atas nama agama. Mereka yang tersesat lagi bodoh tersebut menisbatkan kebohongan dan kesesatan-kesesatannya kepada paham sufi yang benar. Hal itu karena sirkulasi kesesatan mereka dan untuk menyesatkan orang awam.[11]











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tasawuf merupakan hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan ilmu tauhid. Sehingga ilmu tasawuf tidak terlepas dari berbagai kritikan dari berbagai golongan yang menentangnya. Mulai dari prinsip – prinsip dasar ajaran tasawuf yang menyimpang dari petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah sampai aliran-aliran dalam ajaran tasawuf yang meliputi aliran Al-Isyraqi, sekte Al-hulu dan ittihad serta sekte  Wihdatul Wujud tidak luput dari kritikan. Beberapa ucapan dan keyakinan dianggap sesat dan kufur dari tokoh-tokoh yang sangat diagungkan oleh ahli tasawuf.
Berdasarkan latar belakang kritik terhadap tasawuf, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya ajaran para sufi juga terhadap kritikus. Justru dengan adanya kritikan terhadap tasawuf memberi kita pengajaran untuk meluruskan niat dalam beribadah dan bijak menanggapi ajaran yang ada.
B.     Kritik dan Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini dapat dimanfaatka sebagai mana mestinya.







DAFTAR PUSTAKA

Khan,Wahiduddin. 1989. Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf, dan Ilmu Kalam. Jakarta:Gema Insani Press.
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.






[1] Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf, dan Ilmu Kalam, (Jakarta:Gema Insani Press, 1986), hlm 42
[2] Rosihon Anwar, Akhalak  Tasawuf, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2010),hlm.322
[3] Ibid, hlm.323-325
[4] Wahiduddin Khan, op cit., hlm 41
[5] Rosihon Anwar, op cit., hlm. 327-329
[8] Rosihon Anwar, op cit., hlm. 329-331
[9] Rosihon Anwar, op cit., hlm.331-334
[10] Asmaran,  Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002),  hlm 181

Comments

Popular posts from this blog

Makalah : Evaluasi Hasil Belajar (Psikologi Pendidikan)

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan suatu apapun.               Dengan adanya evaluasi hasil belajar, seorang pendidik dapat melihat pencapaian belajar peserta didik. Melalui evaluasi yang tepat, pendidik dapat menyelesaikan masalah pembelajaran yang dialami siswa. Guru dapat memilih jenis evaluasi yang ada, berdasarkan kebutuhan siswa. Materi evaluasi hasil belajar perlu diberikan kepada mahasiswa program Pendidikan Guru MI (PGMI) sebagai bekal dan pengetahuan sebelum turun dilapangan.             Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga dengan mempelajari evaluasi hasil belajar, kita dapat menambah wawasan dan dapat mengamalkannya. Pekalongan, Oktober 2016      Penulis DAFTAR ISI PRAKATA   .............................................

Makalah: Pembelajaran Keterampilan Menulis - Maharah Al-Kitabah (Pembelajaran Bahasa Arab)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI   ...............................................................................................      2 BAB I    PENDAHULUAN ..........................................................................      3   A. Latar Belakang Masalah ...................................................................      3   B. Rumusan masalah ..............................................................................      3   C. Tujuan Penelitian ...............................................................................      3 BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................      5 A. Pengertian Pembelajaran ....................................................................      5 B. Pembelajaran Keterampilan Menulis ..................................................      5 B. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis ( Kitabah ) ............................      6 B. Kelebihan dan Kelemahan Pemb

Instrumen Penilaian Proses dan Hasil Pembelajaran dalam Bahasa Indonesia

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian penilaian dan pengukuran Penilaian sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum program pembelajaran, iklim sekolah, maupun kebijakan – kebijakan sekolah. Menurut peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentag standar penilain mendefinisikan penilain adalah sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. [1] Secara formal hal ini dinyatakan sebagai salah satu prinsip penialain menurut peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian pendidian sebagai berikut : 1.          Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 2.          Objektif, penilain didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi objektivitas peniali. 3.