Bau
tanah menusuk lembut lubang hidung saat aku keluar rumah, memberi tahu hujan akan segera turun, dan
benar saja tidak lama kemudian hujan menyambut pagi di pertengahan februari ini.
Jarum jam menunjukkan arah delapan memakasaku untuk segera pergi kekampus.
Sudah semester tua, bukan saatnya malas-malasan. Walaupun hujan, aku harus tetap
ke kampus.
Sesampainya
di kampus, aku langsung menuju kelas yang berada di lanati dua. Kelas masih
sepi, hanya beberapa anak yang sudah berada dikelas. Aku ambil kursi paling
belakang dan tidak lupa aku pasang earphone
ditelingaku.
Begitu
tenang suasana pagi itu, aku coba menikmati hujan dari balik cendela. Aku
berdiri dan melihat suasana sekitar kampus. Masih terasa sepi dan dingin mulai
terasa menyentuh kulit.
Dari
balik cendela, aku melihat seorang laki-laki berdiri diparkiran. Kelasku yang
berada diatas memungkinkaku melihat semua yang berada di bawah. Entah kenapa
mataku ingin terus memperhatikannya. Pawakan tubuhnya tidak asing dan wajahnya
samar-samar aku kenal.
“astaghfirullah” apa yang sedang aku
lakukan, memandang orang yang bukan muhrim. Ampuni mataku ya robb.
Hujan
lebat membuat cendela semakin buram, tak lagi jelas pemandangan di bawah sana.
Tanpa sengaja aku melihat orang yang diparkiran tadi berlari pergi.
“hujan, kenapa kamu menghapusnya ? cucuran airmu
membuat ia tak lagi terlihat”
Hujan
pagi ini mengingatkanku pada peristiwa beberapa hari lalu. Peristiwa yang tak
pernah aku lupakan kecuali aku hilang ingatan, sekaligus peristiwa yang
memberiku pelajaran berharga.
Awal
masuk semester lalu, aku mengagumi salah seorang seniorku. Aku ingat betul,
berawal saat hujan turun sangat lebat. Aku terjebak diparkiran mobil, aku
bingung mau masuk kelas dengan apa, sementara aku lupa tidak membawa payung.
Saat
bingung seperti itu, seeorang laki-laki memberiku sebuah payung. Dia bilang aku
boleh memakainya. Aku sangat senang karena seperti telah dikirimkan malaikat
penyelamat. Bagaimana tidak, hari itu makul pertama aku harus presentasi ditambah
dosennya tidak mentolerin setiap alasan yang diberikan berkaitan dengan
keterlambatan mengumpulkan tugas.
Saat
aku mau melangkahkan kakiku, aku baru sadar bagaimana aku mengembalikan
payungnya nanti. Laki-laki tersebut baru saja mau beranjak pergi dari tempatnya
berdiri, namun terhenti mendengar pertanyaanku.
“kamu taruh saja di pos satpam”
Mendengar
jawaban yang cukup jelas, tanpa sungkan aku memakai payung tersebut.
Sesampainya dikelas, aku baru saja sadar kalau aku belum menanyakan nama
laki-laki tadi.
Keesokan
harinya aku mampir ke pos satpam, siapa tahu salah satu dari satpam kampus ada
yang kenal dengan pemilik payung yang sebelumnya aku titipkan di pos satpam.
Bukan maksud apa-apa, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih kepadanya.
Salah
satu satpam menunjuk seorang laki-laki yang saat itu duduk digazebo dekat
kantin. Tanpa ragu aku menghampirinya, aku menanyakan apakah benar payung
berwarna hijau itu miliknya. Tentu saja dia mengakuinya karena itu memang
miliknya. Ku perkenalkan diriku dan tidak lupa aku sampaikan rasa terimaksihku
padanya. Tapi raut wajahnya bingung dengan perkataanku. Mungkin ia lupa karena
waktu itu ia tak melihat wajahku.Entahlah
Namanya
Aldi, dia tinggi, putih dan ya.. good
looking lah. Setelah menyampaikan terimakasih aku pamit pergi namun,
sebelum aku pergi Aldi digoda oleh teman-temannya untuk meminta nomerku.
Awalnya aku ragu memberikannya tapi ya.. itung-itung sebagai rasa terimakasihku.
Sejak
saat itu, dia sering menghubungiku. Beberapa kali ia mengajakku jalan bareng
tapi aku menolaknya. Aku tidak biasa jalan bareng dengan yang bukan mukhrim,
kecuali perginya ramai-ramai.
Saking
seringnya dia menghubungiku, akupun merasa bosan. Sifat asliku keluar, aku
jawab setiap pesannya dengan kata-kata cuek, singkat dan itu adalah jurus yang
biasa aku keluarkan untuk menghindar dari para fans. Hee aku biasa menyebut
mereka yang menggangguku sebagai para fans, biar keren gitu.
Aku
fikir rencanaku berhasil, karena sms terakhir yang aku kirim belum juga di
balas. Aku letakkan ponselku di meja belajar dan aku siap untuk tidur. Baru
saja aku melangkahkan kakiki menuju tempat tidur, ponselku memanggilku, memberi
tahu ada pesan masuk. Segera aku buka pesannya dan agak terkejut aku membaca
pesan tersebut.
“aku suka cewek cuek kok, apalagi
ceweknya pake jilbab”
Aku
tersipu malu membaca pesannya. Aku membawa ponselku ke ketempat tidur, hal yang
tidak biasa aku lakukan karena aku memikirkan dampak negatifnya. Aku tidak
ingin otakku atau organ tubuhku yang lain terkena radiasi dari ponsel yang
aktif.
Entah
kenapa, malam itu aku sangat bahagia. Tak berlangsung lama memang obrolan kami,
karena Aldi menyuruhku untuk segera tidur. Walaupun sebentar, justru itu yang
membuatku bahagia.
“aku tak ingin kebahagiaanku cepat
berlalu, saat bahagia telah pergi maka akan datang kesedihan. Jadi, biarlah
seperti ini biar aku nikmati prosesnya”
Keesokan
harinya aku lihat Aldi dan teman-temannya sedang asik ngobrol di taman kampus.
Aku merasa heran karena Aldi tak menyapaku saat aku lewat didepannya. Aku
mencoba berfikir positif, mungkin saja ia tidak melihatku.
Aku
lebih senang mengobrol lewat telfon dari
pada harus bertemu langsung. Akan terasa kaku dan jaim untuk melakukan
percakapan jika kita berhadapan.
Siang
itu, entah kenapa aku merasa gelisa. Ponsel didepanku hanya bisa aku pelototin
sambil terus mengecek berharap ada pesan masuk.
“aku hitung sampai 10, kalau gak
bunyi juga aku matikan” lirihku
Sampai
hitungan ke 8 belum juga ada pesan yang masuk, sekalipun ada pesan masuk itu dari
operator.
“aiisshh.. apa aku sudah gila ? apa
yang sedang aku lakukan” aku ambil ponselku dan langsung pergi menuju
perpustakaan.
Aroma
buku begitu kuat, menuntunku pada rak buku yang berisikan buku psikologi. Buku
yang begitu banyak tersusun rapi di rak-rak tinggi membuatku tak sabar untuk
mengambilnya.
Setelah
merasa cukup dengan buku yang ku cari, aku langsung keluar dari perpustakaan
yang sudah mulai ramai. Aku coba mengecek ponselku, hah senangnya aku yang
ditunggu-tunggu akhirnya sms juga.
“assalamu’alaikum
cewek jutek, jangan menatap ke langit ya nanti mataharinya tambah panas lihat
wajah kamu yang jutek” pesannya
Hah.
“matahari tambah panas bukan kerena takut melihat wajahku yang jutek tapi
kerena ia iri melihat aku yang bersinar”
Aku
senyum-senyum sendiri selama perjalanan menuju parkiran. Aku tak lupa
menanyakan apa yang ia suka dari wanita cuek.
“wanita
cuek itu, bisa menjaga hatinya, cintanya dan dirinya sendiri, karena wanita
cuek tidak mudah dirayu sehingga hatinya sulit dimasuki, dia tidak mudah
terlena dengan yang lain karena memang ia tak peduli dengan yang lain, itu yang
membuatnya setia jika sudah memiliki pasangan. Bagi wanita cuek, asal hidupnya
tak terganggu dan ia tak mengganrgu yang lain itu sudah cukup” jawabnya
Aku
sangat setuju dengan jawaban yang Aldi berikan. Aku tak menyangka Aldi bisa
satu fikiran denganku, padahal menurutku
Aldi anaknya mudah bergaul dan temannya banyak entah itu cowok ataupun
cewek, jadi aku fikir gak mungkin ia bisa berfikir seperti itu. Ya sudahlah
Kami
terus berhubungan via telfon. Walaupun kami satu kampus, tapi kami lebih nyaman
ngobrol di telfon. Kami tidak berkomitmen untuk pacaran tapi kami juga sudah
saling dekat, apapun itu yang jelas aku bahagia.
Tak
terasa sudah masuk bulan februari, bulan yang hari-harinya masih dipenuhi
dengan hujan. Hari itu aku dapat pesan dari teman lamaku, ia bilang akan main
ke kota tempatku kuliah. Aku sangat senang karena setelah beberapa tahun
akhirnya aku bisa bertemu dengannya, teman akrab masa SMA dan yang membuatku
lebih bahagia dia datang karena akan dikenalkan dengan keluarga pacarnya.
Betapa beruntungnya dia.
Selama
menunggu kadatangannya ke Bandung, aku sering telfonan dengannya. Kita saling
menceritakan apa yang terjadi selama kita tidak bersama. Ia cerita banyak tentang
pacarnya yang ia kenal setahun yang lalu. Akupun tak mau kalah, aku cerita
tentang Aldi kepada sahabatku itu, ternyata namanya sama dengan nama pacar
sahabatku itu. Tapi mereka memiliki kepribadian yang jauh berbeda.
“katanya mau jadi jomblo fii sabilillah,
gak pacaran plus gak berhubungan dekat sama cowok, uuu dasar kamu. Oh iya
bukannya kamu dulu bilang, setiap kamu mau dekat dengan cowok, Allah akan
menunjukkan sifat buruk laki-laki itu dan otomatis kamu akan menjauh darinya.
Kalau Aldi gimana ?”
Aku
hanya tersenyum mengingat ucapanku saat SMA dulu. Bukan karena aku ingin orang
yang sempurna, tapi terkadang sifat buruknya berlawanan dengan yang ia
perlihatkan di depanku.
“besok, kamu harus kenalin aku sama
Aldi teman dekatmu itu” ucap temanku mengakhiri obrola malam itu.
14
februari. Matahari bersinar terang, burung seakan memberi ucapan selamat pagi
bagi para makhluk yang sedang bahagia, termasuk aku. Aku tak sabar menunggu
sahabatku datang, ia bilang akan sampai di Bandung sekitar pukul 9 pagi, sementara
jam segitu aku masih ada makul. Jadi aku tidak bisa menyambut kedatangannya
langsung.
Perkuliahan
berjalan lancar, seperti biasa yang aktif bicara ya anak-anak itu saja dan yang
gak pernah ngomong masih setia dengan kebisuannya. Aku bukan salah satu dari
keduanya, aku gak terlalu sering ngomong juga gak pendiam bangget. Kadang
mereka yang ngomong hanya ingin mencari nilai sementara yang diam kadang lebih
tahu namun hanya karena tidak ingin membuat malu orang-orang yak sok tahu,
mereka memilih diam.
Padahal kita diharuskannya mencari
ilmu bukan mencari nilai. Hah.
Aku
keluar kelas dengan perasaan bahagia campur cemas karena sahabatku sudah tiba
di Bandung, sementara Aldi belum juga membalas smsku. Aku berjalan ditaman
kampus sambil melihat ponsel berharap Aldi segera membalas pesanku.
Terdengar
suara memanggilku, aku coba mencari sumber suara tersebut dan ternyata ada di
belakangku. Caca, ya itu Caca tapi tunggu siapa laki-laki disampingnya,
seperti... Aldi, iya itu Aldi. Aku bingung, aku tidak salah lihat kan ? ada apa
ini, apa mungkin ? aah sudahlah tunggu penjelasannya saja.
Caca
berlari kearahku, ia siap untuk memelukku melepas kerinduan yang selama ini kita
pendam. Wajah Aldi semakin jelas di depan mataku, senyumnyapun tak memungkiri
jika ia kenal denganku.
“oh iya, Salma perkenalkan ini Aldi
pacarku yang aku ceritakan sama kamu. Aldi ini Salma sahabatku sejak SMA”
Mendengar
perkataan Caca membuat hatiku agek nyeri, tubuhku mulai terasa lemas, apa yang
sebenarnya terjadi ? apa selama ini aku dekat dengan pacar orang atau Aldi
mencoba selingkuh dari Caca ? oh tidak !.
Aldi
menyapaku, sikapnya biasa saja seperti tidak ada kedekatan diantara kita. Aku
mencoba bertanya apakah Aldi masih menyimpan nomerku atau tidak. Betapa
bertambah bingungnya aku saat dia bilang sudah lama ia tidak menyimpan nomerku.
Nomer yang dulu aku simpan ternyat sudah Aldi buang karena ia ingin serius
dengan Caca, jadi ia putuskan untuk membuang nomer yang sudah banyak diketahui
oleh wanita.
Lalu
yang selam ini berhubungan denganku siapa ? hantu, tukang kebunnya Aldi atau
tukang rongsok yang kebetulan menemukan kartu yang dibuang Aldi. Tapi Aldi
sendiri lupa membuangnya kemana.
Sejak
saat itu, aku mencoba melupakan seorang yang mengaku sebagai Aldi aku tidak
ingin meneruskan dosa kecil ini. Aku sudah cukup mendapat pelajaran dari
kejadian ini. Aku yang sudah berjanji dengan diriku sendiri untuk tidak
menjalin hubungan yang belum halal nyatanya aku ingkari dengan menjalin
hubungan tanpa status, aku bahkan menikmati itu semua, mendapat perhatian dari
lawan jenis, membayangkannya setiap hari dan menunggu kabar darinya.
Astaghfirullah.. kenapa aku sebuta itu. Semalaman aku sesali apa yang telah aku
perbuat. Sakit memang, tapi ini salahku jadi aku harus menerima akibatnya.
“saat kau tak jujur dengan hatimu,
maka sakit adalah jawabannya”
Lamunanku
tentang hari kemarin buyar bersamaan dengan masuknya dosen pengampu mata kuliah
hari itu. Walaupun sudah cukup siang, kampus masih terasa sepi, didalam
kelaspun hanya beberapa yang hadir. Beberapa dosen meliburkan perkuliahan
sesuai dengan peraturan presiden yang menjadikan tanggal 15 februari sebagai
hari libur nasional karen adanya pemilukada serentak di Indonesia, walupun
begitu masih ada dosen yang masuk mengisi perkuliahan, seperti dosenku saat
ini.
Aku
keluar kelas dengan terburu-buru, karena ingin bertemu dengan Caca sebelum ia
kembali ke Jakarta. Saat aku akan berlari menuju parkiran aku melihat seorang
memakai payung yang dulu dipinjamkan kepadaku. Ya.. aku sangat kenal dengan
payung itu, tapi siapa dia.
Aku
mencoba mengingat semua kejadiannya dari awal. Saat aku dipinjami payung oleh
seseorang, wajahnya tertutup payung sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya,
bahkan waktu aku bertanya padanya aku hanya melihat punggungnya. Pantas waktu
pertama kali aku ketemu Aldi, dia malah bingung. Kemudian Aldi bilang kartunya
yang buat sms aku sudah ia buang, sementara nomernya masih aktif sampai kemarin.
Lalu siapa yang menghubungiku selama ini ? Kenapa dia nyambung saat aku bicara
masalah kuliahku, seperti dia sudah kenal denganku.
Aku
mencoba mengingat obrolanku selama ini dengannya. Sepertinya dia itu ada di
sekitarku tapi aku sendiri tidak tahu siapa dia.
“aiisshh menyebalkan” kesalku
Entah
kenapa aku langsung mengambil ponsel di ranselku. Aku hubungi Caca karena aku
tahu dia pasti sedang bersama Aldi. Sebelum Caca salah paham, aku jelaskan
maksudku ingin berbicara dengan Aldi, untunglah sahabatku itu pengertian. Aku
bertanya pada Aldi apakah ia memiliki saudara atau kakak atau adik yang kuliah
di kampus yang sama denganku.
“gak ada, tapi kakakku dosen di
tempat kita kuliah”
Seketika
aku kaget mendengar jawaban itu. Apa mungkin yang selama ini berhubungan
denganku adalah kakaknya Aldi ? terus
kenapa dia gak memperkenalkan dirinya sendiri secara langsung ? apa dia fikir
aku gadis remaja yang bisa dipermainkan ? Hah.
Jahat
Aku
terus bengong tak mempercayai apa yang telah aku alami, di balik telpon Aldi
terus memanggiliku karena aku tidak bersuara. Aldi bilang hari ini kakaknya
akan pergi ke Jepang, dia akan melanjutkan studinya di sana. Saat Aldi sedang
bercerita, orang yang membawa payung hijau itu terlihat lagi didepan mataku
dengan jarak yang tidak begitu jauh. Aku meminta Aldi mendeskripsikan kakaknya itu
bahkan baju yang tadi pagi kakaknya pakai. Aku semakin terkejut karena semua
yang dideskripsikan Aldi mengarah pada laki-laki berkemeja biru muda didepanku.
Aku langsung menutup telfonnya dan berlari mengikuti laki-laki tersebut.
Benar
saja, mobilnya mengarah ke bandara. Aku sangat ingin memanggilnya, menahannya
sebelum ia pergi dan meminta penjelasan darinya, tapi namanya saja aku tak
tahu. Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan.
Mataku
terasa panas, hatiku terasa sakit dan nafasku mulai tidak beraturan. Tiba-tiba
butiran hangat mengalir membasahi pipiku. Apa ini ? menangis ? hah yang benar
saja. Aku segera menghapus air mataku dan mencoba mengikhlaskan kepergiannya.
Akupun
membalikkan badan setelah melihatnya pergi melewati pintu penumpang. Entah apa
yang sebenarnya terjadi, hubungan yang tak jelas, perpisahan yang tak dimulai
dengan pertemuan dan kepergian tanpa pamitan.
Ini
salahku, terlalu menikmati dosa yang pada akhirnya membuatku kecewa.
Berharap kepada seorang manusia bisa membuat hidupku bahagia, padahal ada Sang
Maha Kuasa yang memegang hidupku, seharusnya aku serahkan hidupku kepada-Nya. Ampuni aku
“hujan, kau yang mempertemukanku
padanya dan sekarang kau juga yang memisahkan kami. Sampaikan kepada Yang telah
mengutusmu ke bumi, aku telah mengakhirinya jadi ampuni aku”
Comments
Post a Comment