Kata Pengantar
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW.
Dengan selesainya makalah ini, penulis sadar bahwa
ini tidak hanya merupakan usaha penulis seorang, akan tetapi merupakan hasil
dukungan dan bantuan dari semua pihak.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Selanjutnya tidak lupa penulis haturkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Sebagai rasa syukur yang cukup mendalam, penulis
mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap dan berdo’a,
semoga kebaikkan-kebaikkan tersebut dapat menjadi amal shaleh serta mendapat
balasan dari Allah SWT, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Amin, amin, amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Pekalongan, 24 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI
............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 4
B. Rumusan masalah............................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................. 6
A. Pengalaman Bencana
yang dialami Masyarakat Indonesia................ 6
B. Hubungan antara Bencana dan Konsep Ketauhidan.......................... 7
C. Hubungan antara Keimanan dan Ketauhidan
dalam Menghadapi Bencana.............................................................. 8
D. Dalil-dalil Tentang Bencana dan Kerusakan Alam............................ 12
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP................................................. 14
A. Kesimpulan......................................................................................... 14
B. Penutup............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhir-akhir ini kehidupan manusia di
penjuru bumi, terutama di Indonesia banyak tertimpa bencana. Sebagaimana bencana
tanah longsor yang terjadi di Bogor Jawa Barat pada tanggal 07 September 2015,
bencana banjir di Aceh barat daya pada tanggal 13 September 2015, bencana puting beliung di kota Pekanbaru Riau
pada tanggal 14 September 2015[1] dan masih banyak bencana yang terjadi di
Indonesia.
Berbagai macam bencana tersebut
tidak hanya menelan korban jiwa dan kerugian finansial yang besar, namun yang
paling penting untuk diingat adalah bahwa bencana tersebut meninggalkan duka
yang sangat mendalam bagi kluarga yang masih hidup, dan trauma bagi beberapa
korban selamat.
Oleh karena itu, pada makalah ini
akan dibahas tentang fungsi keimanan dan bencana untuk memahami konsep tologi
bencan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengalaman bencana yang dialami di Indonesia ?
2.
Apa
hubungan antara bencana dan konsep ketauhidan ?
3.
Apa
hubungan antara keimanan dan ketauhidan dalam menghadapi bencana ?
4.
Apa
dalil tentang bencana dan kerusakan alam ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Menjelaskan
beberapa pengalaman bencana yang dialami masyarakat Indonesia
2.
Mengetahui
hubungan antara bencana dan konsep ketauhidan
3.
Mengetahui
hubungan antara keimanan dan ketauhidan dalam menghadapi bencana.
4.
Mengetahui
dalil-dalil tentang bencana dan kerusakan alam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengalaman Bencana Yang Dialami Masyarakat Indonesia
Bencana ada dua macam, yaitu :
a.
Bencana Alam
Bencana
yang disebabkan oleh factor alam, seperti gempa, sunami, gunung meletus dan
sebagainya.
Masih teringat di ingatan megatsunami yang melanda Banda Aceh 26
Desember 2004 silam meluluhlantakan sisi utara dan barat Negeri Serambi Mekah.
Megastunami tersebut merenggut ratusan ribu korban jiwa, puluhan ribu jiwa
hilang dan kerugian hingga angka triliun. Megatsunami Aceh menjadi bencana
tsunami terparah yang pernah dialami Indonesia akibat gempa bumi tektonik.[2]
Rabu 30 September 2009 pukul 17.16 WIB, gempa dengan kekuatan 7,6
Skala Richter (SR) mengguncang Tanah Minang, tanah yang amat subur dan kaya
dengan nilai-nilai religious, historis sekaligus kultural. Kepiluan tersebut
nyaris sempurna setelah gempa yang sama terjadi di Jambi dua hari kemudian
namun dengan skala yang lebih kecil.[3]
b.
Bencana Lingkungan
Bencana
yang disebabkan oleh factor lingkungan, seperti banjir, rob, tanah longsor dan
sebagainya.
Di Manado, banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah
menyebabkan paling tidak 16 orang meninggal dan sekitar 10 orang tertimbun.
Selain itu, sekitar 40.000 orang harus mengungsi. Bencana yang ditetapkan
sebagai bencana nasional oleh pemerintah tersebut, terjadi pada tahun 2014 di
Manado, Sulawesi Utara.[4]
Selain bencana-bencana tersebut diatas, masih banyak bencana yang
terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian baik kerugian materil maupun
kerugian non materil. Dan dari kejadian-kejadian tersebut, timbul banyak
pertanyaan yang memenuhi pikiran masyarakat, salah satunya adalah apakah
bencana-bencana tersebut merupakan hukuman atau ujian dari keimanan masyarakat
Indonesia ?.
2.
Hubungan antara Bencana dan Konsep Ketauhidan
Ketika
membicarakan masalah relasi Tuhan dan manusia, maka teosentris (Tuhan menjadi
pusat segala kekuatan/kekuasaan dan manusia harus tunduk dan patuh dihadapan Tuhan).
Cara pandang seperti ini, menganggap bahwa agama adalah cara orang untuk
bertuhan, suatu teologi yang mengajak manusia untuk meninggalkan segala-galanya
demi Tuhan. Dengan demikian, maka Tuhan tidak hanya menciptakan manusia, tetapi
juga mengintervensi, mendatangi dan bersemayam dalam kehidupan duniawi.[5]
Alam
adalah ciptaan Tuhan. Memperlakukan alam secara baik dan bertanggung jawab
adalah bentuk keimanan terhadap Tuhan merusak alam sama saja merusak hubungan
kita dengan Tuhan.[6]
Dengan
meng-Esakan Allah, maka seseoorang akan menjaga alam dan semua ciptaan-Nya.
Karena seseorang akan merasa diawasi oleh Allah, maka seseorang akan hati-hati
dalam berbuat. Dan bencana sendiri biasanya dikarenakan perbuatan manusia
itu sendiri. Firman Allah dalam Al-qur’an
ظَهَرَ
اْلفَسَادُ فِي اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ
بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : “Telah Nampak kerusakan didarat
dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
kejalan (yang benar)” (Qs. Ar-rum ayat 41)
Nilai tauhid bagi umat muslim harus
menjadi spirit bagi setiap tindakkan atau perilakunya, baik yang berhubungan
dengan orang lain atau lingkungan hidupnya. Hal ini mengandung makna bahwa
manusia sebagai makhluk tuhan sekaligus sebagai hamba Tuhan harus senantiasa
tunduk dan patuh kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Manusia bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukanya, hal ini juga
menyiratkan bahwa tauhid merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika.
Pelanggaran atau penyangkalan terhadap nilai ketauhidan ini berarti syirik,
yang merupakan perbuatan dosa terbesar dalam islam. Oleh karena itu tauhid
merupakan landasan dan acuan bagi setiap perbuatan manusia, baik perbuatan
lahir maupun perbuatan batin termasuk berfikir. Bagi seorang muslim mukmin,
tauhid harus masuk menembus kedalam seluruh aspek kehidupan dan menjadi pandangan
hidupnya.
Dengan adanya
bencana, Allah ingin memberi pelajaran kepada manusia agar manusia menjaga alam supaya tidak terjadi
bencana yang diakibatkan kerusakan alam, dan kembali ke jalan yang benar, yaitu
jalan yang diridhoi Allah.
3.
Hubungan antara Keimanan dan Ketauhidan dalam Menghadapi Bencana
Dalam menegakkan tauhid, seseorang
harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan,
serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan tuhan dalam
pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam
hati, mengucapkan dalam lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena
itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa.
Seorang Mukmin dengan ketaqwaannya
kepada Allah Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga
masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh
atau stress, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat
kepada Allah membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah berlakukan
untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.[7]
Allah berfirman, yang artinya :
“Tidak ada suatu musibah pun yang
menimpa (seseorang kecuali dengan izin Allah; barang siapa yang beriman kepada
Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu” (QS.
At-Taghabun : 11).
Sebagai seorang yang beriman sudah
seharusnya khusnudzon(berprasangka baik) dalam menghadapi bencana yang
terjadi atau yang dialaminya. Karena bencana yang terjadi merupakan atas
kehendak dan izin dari Allah dan bisa jadi bencana yang terjadi karena
kesalahan manusia sendiri.
Bencana yang murni atas kehendak dan izin dari Allah ada tiga macam[8],
yaitu :
a.
Adakalanya
merupakan bentuk hukuman
Dalam
surat Al-A’raf ayat 96
وَلَوْ أَنَّ اَهْلَ اْلقُرَى ءَامَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
بَرَكَتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوْا فَأَخَذْنَهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
Artinya : Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (Qs. Al-A’raf :96)
Suatu
bencana bisa jadi merupakan hukuman atas perbuatan yang dilakukan manusia.
Kesalahan yang dirasa sudah melewati batas, seperti tidak lagi menjalankan
perintah Allah, mengabaikan larangan Allah, mendustakan ayat-ayat Allah, dan
lain sebagainya. Maka diturunkanlah bencana supaya mereka sadar dengan apa yang
mereka perbuat.
b.
Bencana
sebagai teguran
Firman
Allah :
وَمَا أَصَبَكُمْ
مِّن مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍ
Artinya : dan apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu) (Qs. Asy-syuro :30)
Bencana bisa sebagai bentuk teguran dari Allah kepada manusia,
untuk mengingatkan manusia bahwa apa saja yang terjadi termasuk bencana adalah
akibat ulah manusia, dan Allah memaafkan sebagian besar kesalahan yang
diperbuat manusia dengan tidak menjadi bencana sebagai hukuman namun sebagai
teguran atau peringatan terhadap manusia, agar manusia kembali kejalan yang
benar, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.
c.
Kasih
sayang dari Tuhan
Tidak
selalu sebuah becana merupakan hukuman ataupun teguran bagi manusia, melainkan
bisa menjadi bentuk kasih sayang Tuhan terhadap hambanya. Seperti pada surat As-sajdah ayat 21
وَلَنُذِيْقَنَهْم مِّنَ اْلعَذَابِ اْلأَدْنَى دُوْنَ اْلعَذَابِ
اْلأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْ جِعُونَ
Artinya : dan
sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (didunia)
sebelum azab yang lebih besar (diakhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke
jalan yang benar) (Qs. As-sajdah ayat 21)
Dari
ayat tersebut bisa dilihat kasih sayang Allah terhadap hambanya yang berbuat
kesalahan, dengan memberikan hukuman sebagian di dunia dan sebagian diakhirat.
Bagaimana jika semua azab diberikan diakhirat pasti sangatlah berat, dengan
diberikan azab sebagian didunia, manusia masih bisa meminta bantuan kepada
manusia lain. Dan kembali, manusia diharapkan kembali kejalan yang benar, Allah
tidak membiarkan hambanya dalam kesesatan karena kasih dan sayangnya Allah
terhadap hambanya.
Hikmah dari
terjadinya bencana diklasifikasikan menjadi dua[9],
yaitu
1.
Hikmah
yang bersifat individual
a.
Meningkatkan
derajat keimanan seseorang
b.
Mengingatkan
dan mendekatkan manusia kepada Tuhannya
c.
Agar
manusia tahu bahwa Allah mencintainya
d.
Menyeleksi
kualitas keimanan seseorang
e.
Agar
manusia bersyukur dan tidak sombong
2.
Hikmah
yang bersifat social
a.
Menumbuhkan
rasa solidaritas diantara sesama
b.
Agar
manusia saling membantu
c.
Agar
manusia saling berkasih sayang
Keimanan seseorang sangat mempengaruhi keadaan seseorang dalam
menghadapi bencana. Tanpa iman yang kuat, seseorang yang tertimpa bencana akan
dengan mudah menyalahkan Tuhannya, berputus asa, hingga bunuh diri karena tidak
kuat dengan bencana yang dihadapi atau tidak kuat ditinggal oleh orang yang
disayang yang meninggal dalam suatu bencana.
Seperti halnya keimanan, ketauhidan juga dibutuhkan seseorang dalam
menghadapi bencana. Karena seseorang harus meyakini bahwa segala bencana yang
terjadi selain karena kesalahan manusianya sendiri, tetapi juga percaya bahwa
semuanya kehendak dari Allah. Dengan meyakini hal tersebut, seseorang akan
lebih menerima dengan bencana yang menimpanya. Seseorang akan dengan mudah
mengambil pelajaran dari bencana yang terjadi dan mampu bangkit meneruskan
hidupnya.
4.
Dalil-dalil Tentang Bencana Dan Kerusakan Alam
Banyak ayat-ayat Al-qur’an dan hadist membahas bencana dan
kerusakan alam, dan diantaranya sebagai berikut :
ü Firman Allah dalam surat Al-‘Araf ayat 56.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan), sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. Al-‘Araf : 56)
ü Firman Allah
dalam surat Al Hadid ayat 22
“Tiada
suatu bencanapun yang menimpa dimuka bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab Allah (lauh Al Mahfuz) sebelum Kami
menciptakannya. Dan sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al- Hadid
: 22)
ü Sabda
Rasulullah SAW
Dari
Ali bin Abi Thalib Ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Apabila umatku telah
melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada
mereka bencana” Ditanyakan, apakah lima belas perkara itu wahai Rasulullah
? Rasulullah SAW bersabda : “ Apabila harta rampasan perang (maghnam)
dianggap sebagai milik pribadi, amanah (barang amanah) dijadikan sebagai harta
rampasan, zakat dianggap sebagai cukai (denda), suami menjadi budak istrinya
(sampai dia), mendurhakai ibunya, mengutamakan sahabatnya (sampai dia), berbuat
zalim kepada ayahnya, terjadi kebisingan (suara kuat) dan keributan didalam
masjid (yang bertentangan dengan syari’ah), orang-orang hina, rendah, dan bejat
moralnya menjadi pemimpin umat (masyarakat), seseorang dihormati karena
semata-mata takut dengan kejahatannya, minuman keras (khamar) tersebar merata
dan menjadi kebiasaan, laki-laki telah memakai sutera, penyanyi dan penari
wanita bermunculan dan dianjurkan, alat-alat musik merajalela dan menjadi
kebanggaan atau kesukaan, generasi akhir umat ini mencela dan mencerca generasi
pendahulunya; Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah
datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi dan
apa yang diatasnya kedalam bumi (gempa bumi, banjir, tanah longsor), dan
perubahab-perubahab atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk
lain.” (HR. Tirmidzi, 2136)
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teologi adalah hubungan antara manusia dan Tuhan. Terjadinya suatu
bencana tidak hanya karena ada gejala alamiah, namun juga karena kehendak dari Allah
SWT. Banyak bencana yang terjadi melanda negara Indonesia, korban berjatuhan,
kerugian material dan trauma bagi korban bencana merupakan dampak dari adanya
bencana. Sering bencana terjadi karena perilaku manusia yang tak menghiaraukan
perintah Allah.
Bencana yang murni atas kehendak dan izin dari Allah ada tiga
macam, yaitu adakalanya merupakan bentuk hukuman, bencana sebagai teguran dan
kasih sayang dari Tuhan. Dan manusia seharusnya bisa mengambil hikmah dari
bencana yang terjadi.
B.
Penutup
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis butuh saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Dan apabila terdapat
kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya.
DAFTAR PUSTAKA
Badran, Ahmad.2012. Kaifa
Tatakhllashu min Al-Qalaq. Yogyakarta: Mumtaz
http://nasional.kompas.com/read/2014/01/20/0713023/Indonesia.Darurat.Bencan.(akses tanggal 05 Desember)
http://arifuad99.wordpress.com/2011/06/23/teologi-bencaba-sebuah-pergeseran-paradigma-
teologi-teosentris-ke-teologi-antroposentris
(akses tanggal 02 Desember 2015)
http://dibi.bnpb.go.id/data-bencana (akses tanggal 04 Desember 2015)
http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/.bmkg (akses tanggal 05 Desember 2015)
http://digilib.uin-suka.ac.id/6909 (akses tanggal 02 Desember
2015)
Ta’arifin, Ahmad.2013. Ilmu Alamiah Dasar. Pekalongan: Duta
Media Utama
Qorib, Muhammad.2010. Solusi Islam. Jakarta: Dian
Rakyat.
[3] Muhammad Qorib,
Solusi Islam, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal 155.
[4] http://nasional.kompas.com/read/2014/01/20/0713023/Indonesia.Darurat.Bencan. , diakses 05 Desember 2015 Pukul 21:15 WIB
[5] http://arifuad99.wordpress.com/2011/06/23/teologi-bencaba-sebuah-pergeseran
paradigma-teologi-teosentris-ke-teologi-antroposentris/ , diakses Rabu
02 Desember 2015 Pukul 08:30 WIB
[6] Ahmad
Ta’arifin, Ilmu Alamiah Dasar, (Pekalongan: Duta Media Utama, 2013) hal
23.
[7] Ahmad Badran,
Kaifa Tatakhllashu min Al-Qalaq,(Yogyakarta : Mumtaz, 2012) hal 203-204.
[8]
http://digilib.uin-suka.ac.id/6909
, hal 131, diakses Rabu 02 Desember 2015 Pukul 09:00 WIB
[9] Ibid,. Hal
131-132.
Comments
Post a Comment